27 Juni 2007

Ke Mana Petambak dipasena Mau Dibawa?

Mengintip rencana usaha pemilik baru dipasena terhadap para petambak

Rencana usaha CP Prima sebagai pemilik baru dipasena menjadi sorotan. Salah satunya soal perjanjian kerjasama dengan petambak dituding terlalu sewenang-wenang.

Bagus Marsudi, Aprillia Ika
--------------------------------------------------------------------------------

Setelah menjadi juragan baru Dipasena Citra Darmaja (Dipasena), Central Proteinprima (CP Prima) menjadi terkesan lebih menjadi perusahaan tertutup ketimbang terbuka. Mengorek informasi dari anak perusahaan Charoen Pokphand itu sama sekali tak mudah. Begitu pula menebak langkah ke depan yang bakal dilakukan pada Dipasena. Ibaratnya, semua masih misterius dan tersembunyi.

Kesan ini tak cuma terasa oleh media. Bapepam, otoritas pengawas bursa pun mengeluhkan serupa. Sampai hari Rabu ini, CP Prima belum juga menyerahkan laporan resmi seputar transaksi pembelian Dipasena dari Perusahaan Pengelola Aset (PPA) akhir Mei lalu. Menurut Hurhaida, Kepala Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Riil Bapepam-LK, CP Prima belum memberi penjelasan lengkap. “Mereka hanya menjelaskan secara formal saja,” katanya.

Tak cuma itu, kerisauan lebih besar justru menghinggapi ribuan petambak udang Dipasena. Pasalnya, setelah Neptune dinyatakan sebagai pemilik baru Dipasena, para petambak justru resah. Mereka merasakan nasib ke depan bakal bakal lebih suram. Semangat untuk mengembangkan tambak yang mulai bangkit dua tahun terakhir kembali surut. Tanda-tandanya sudah terlihat sejak beberapa hari sebelum pengumuman pemenang tender dibacakan.

Menurut informasi yang didapat KONTAN, perwakilan petambak sempat menyambangi para calon investor Dipasena saat proses tender sedang berjalan. Niatnya cuma satu. Mereka mengharapkan ada kesepakatan dengan calon investor untuk tetap mendukung perjanjian kerja sama (PKS) yang saat ini sudah jalan. Para plasma itu diwakili oleh kepala kampung dan Lembaga Manajemen Plasma Kampung (LMPK) sebagai wadah para petambak.

Sebelumnya, akhir April 2007, PT Kemilau International sudah lebih dulu meneken nota kesepahaman dengan Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW). Intinya, jika menang, Kemilau bakal tetap menganggap plasma sebagai mitra untuk mengembangkan Dipasena. Nota yang diteken oleh Triyanto dan Heru Cahyono dari Kemilau dan Parjono dan Agus Sumarno dari P3UW itu jelas membuat petambak lebih tenang.

Tapi, kondisi itu tak bisa didapat ketika bertemu dengan CP Prima. Menurut sumber KONTAN, pertemuan antara perwakilan petambak dan CP Prima sama sekali tak mendapatkan titik temu. CP Prima enggan membuat komitmen apa pun dengan petambak. “Mereka juga mengabaikan wadah plasma yang selama ini mewakili kepentingan petambak,” ujar sang sumber. Sehari sebelum hasil tender, petambak kembali ke Tulangbawang dengan tanda tanya besar.

Nah, setelah ketahuan pemenangnya CP Prima, petambak semakin penasaran untuk lebih mengorek penyebab CP Prima mengambil jarak dengan petambak. Ternyata, dari rencana usaha (business plan) yang diajukan ke PPA, terkuak bagaimana rencana CP Prima memperlakukan para plasma. Dalam rancangan perjanjian kerja sama yang bakal ditawarkan CP Prima, petambak tak punya banyak pilihan untuk tetap bisa bertahan di Dipasena.

Posisi plasma bakal lebih lemah
Dalam salah satu bagian dari rencana usaha mengenai Perjanjian Kerja sama Inti Plasma, CP Prima dengan tegas bakal memberlakukan PKS baru. Perjanjian ini bakal dibuat secara sepihak oleh perusahaan dan plasma tinggal memutuskan untuk setuju dan tidak setuju. Hanya yang setuju yang bakal tetap bertahan di Dipasena. Yang ditentukan oleh CP Prima tak cuma menyangkut hak dan kewajiban plasma, tapi juga harga hasil panen para petambak.

Pola PKS CP Prima ini jelas ditentang oleh para Kepala Kampung dan LMPK yang selama ini mewadahi para plasma. “PKS itu jelas mengembalikan Dipasena pada zaman Sjamsul Nursalim,” ujar Thowilun, Ketua LMPK Bumi Dipasena Utama. Pasalnya, sejak tahun 2002, pemerintah lewat BPPN dan dilanjutkan PPA berusaha menerapkan pola kemitraan dengan para plasma. “Kalau PKS itu diberlakukan, itu berarti langkah mundur,” tandasnya.

Dengan perjanjian yang terpusat pada perusahaan (inti), menurut Thowilun, posisi plasma bakal lemah. Apalagi, dalam rancangan PKS CP Prima, wadah plasma semacam LMPK sama sekali diabaikan. “Jika plasma langsung berhadapan dengan perusahaan berbadan hukum, posisi tawarnya sangat tidak kuat,” tuturnya. Selama ini, posisi plasma cukup kuat lantaran bergabung dalam wadah semacam LMPK dan P3UW.

Tampaknya, CP Prima bakal menerapkan pola inti plasma yang selama ini sudah diterapkan pada anak perusahaannya, PT Central Pertiwi Bahari (dulu Barata) yang letaknya persis di sebelah selatan Dipasena, hanya dipisahkan oleh sungai Tulangbawang. Yang diterapkan pada sekitar 7.000 petambak itu memang meniru pola PKS inti plasma milik Sjamsul Nursalim sebelum tahun 2000. Pada saat itu banyak orang Dipasena hijrah ke Barata.

Kalau sekarang pola serupa bakal diterapkan kembali pada Dipasena, bagi CP Prima itu merupakan pilihan masuk akal. Sebagai pemilik baru Dipasena, CP Prima ingin mengamankan rencana bisnisnya tanpa harus direpotkan oleh tuntutan dari para petambak. Apalagi, di Dipasena, CP Prima bakal menanamkan duitnya senilai triliunan rupiah. Jika tak mengambil risiko gagal, CP Prima mesti tegas menjalankan rencana bisnisnya.

Apalagi, menurut informasi yang diperoleh KONTAN, perjuangan plasma Dipasena untuk menerapkan PKS dengan nuansa kemitraan di era pemilik baru ini sangat ditunggu oleh ribuan petambak di Central Pertiwi Bahari. “Mereka sedang mengadakan pembaruan PKS. Jadi, kalau kita berhasil, mereka juga akan menuntut yang sama,” tandas sumber KONTAN.

Tapi, langkah itu bukannya tak membawa risiko lebih gede. Menurut Thowilun, para plasma sudah sepakat untuk menolak perjanjian yang bertentangan dengan PKS terbaru yang telah diselesaikan pada Oktober 2006. “PKS 2006 itu sudah dianggap ideal dan didukung oleh banyak pihak. Seharusnya itu dulu yang dijalankan,” tandasnya. Jika CP Prima tetap memaksakan kehendaknya, “Kita akan kembali membuat perlawanan seperti dulu,” tegasnya.

Yang disesalkan oleh para plasma, PPA yang semula mendukung PKS 2006, ternyata tetap meloloskan rencana usaha CP Prima (Neptune) untuk menggunakan PKS terbaru. “Harusnya jika komitmen PPA masih sama dengan yang dulu, mereka akan menolak rencana usaha yang bertentangan dengan program PPA sendiri,” ujar Thowilun. Sayangnya, sampai tulisan ini diturunkan, Raden Pardede, Wakil Dirut PPA enggan memberi tanggapan.

CP Prima pun seolah seia sekata. Rizal Shahab, Direktur Komunikasi Perusahaan berjanji bakal menjawab pertanyaan KONTAN secara tertulis. “Saya akan jawab lewat email,” pesannya. Tapi, yang diberikan cuma release media yang sempat disebar awal Juni ini. Semakin rajin menyimpan, semakin bersliweran kabar liar. Bahkan, kadang-kadang bercampur dengan bau busuk

Catatan: Ini tulisan asli saya di edisi KONTAN minggu III Juni 2007. Versi publikasi lebih ringkas lantaran keterbatasan halaman. Secara tak sengaja, salah satu sumber tulisan ini ternyata pernah saya temui langsung di Dipasena empat tahun silam.

Tidak ada komentar: