27 Juni 2007

Jurus 369 Membidik Kiani

Di balik pembelian saham Sumalindo

Setelah negosiasi dengan Bank Mandiri buntu, dikabarkan keluarga sampoerna mengincar Kiani Kertas lewat Sumalindo. Benarkah hal ini merupakan babak baru bisnis sampoerna di perkayuan?

Bagus Marsudi
--------------------------------------------------------------------------------

Langkah keluarga sampoerna memutar duit hasil penjualan kepemilikan pabrik rokok HM sampoerna dua tahun silam selalu menarik disimak. Ke manakah mereka akan menyalurkan duit sebanyak Rp 18,6 triliun?

Bulan lalu, rumor terbaru keluarga sampoerna beredar di kalangan pasar modal. Beberapa sumber KONTAN menyebutkan bahwa Putra sampoerna masuk ke bisnis perkayuan. Caranya tidak dengan mendirikan perusahaan baru, tapi melalui PT Sumalindo Lestari Jaya. Sumalindo ini perusahaan terbuka bekas milik Grup Astra yang sejak Agustus 2002 dikuasai PT Sumber Graha Sejahtera (SGS).

Isyarat masuknya keluarga sampoerna ini tersirat dari perkembangan yang dialami Sumalindo beberapa bulan terakhir. Mei lalu, Sumalindo berencana melakukan pemecahan saham (stock split). Eh, pertengahan Juni silam rencana berubah. Sumalindo memutuskan menambah saham baru lantaran ada kreditur yang pengin mengkonversi utang (debt swap) menjadi saham. Nilainya Rp 92,95 miliar. Sebagai gantinya, kreditur itu mendapatkan 92,95 juta saham dari 841,3 juta saham yang sudah ada.

Langkah ini belum selesai. Akhir Juni 2006, Sumalindo menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS) yang salah satu agendanya adalah mengegolkan rencana penerbitan saham baru kedua sebanyak 155,71 juta saham. Nilainya Rp 155,7 miliar. Menurut keterangan resmi perusahaan, sebagian (40%) dana bakal dipakai memperkuat modal perusahaan, 12,5% untuk mengakuisisi perusahaan lain, dan selebihnya untuk membayar utang.

Sampai di sini mungkin tak ada yang istimewa. Tapi, jika dikuak lebih lebar, langkah Sumalindo yang begitu cepat itu rupanya dipicu oleh masuknya kreditur yang sekarang sudah menjadi salah satu dari tiga pemegang saham terbesar di perusahaan itu. Siapa mantan sang kreditur itu? Kepada otoritas bursa, Sumalindo menyebut kreditur itu sebagai sebuah perusahaan asing. Namanya Three Six Nine Limited (369 Ltd.). Nama yang cukup aneh dan misterius.

Kinerja Sumalindo masih kembang kempis

Justru lantaran aneh itu banyak kalangan menyigi siapa pemilik perusahaan itu. Beberapa analis yang penasaran dan menggali dari berbagai sumber mengarahkan pendapatnya pada satu dugaan: perusahaan 369 itu ada kaitannya dengan keluarga Sampoerna. Alasannya, angka itu terbilang "angka keramat" yang sering dipakai dalam bisnis Sampoerna. Setelah angka 234 (Djie Sam Soe) dilepas ke Philips Morris, kini muncul 369 (Sam Liok Kioe) yang menghasilkan angka 9 kembar.

Tak ada penjelasan pasti, apa yang membuat angka itu disebut keramat dan mengarah ke keluarga Sampoerna. Asal tahu saja, di bisnis rokok kretek, angka tersebut sudah dipakai pabrik rokok Sumber Makmur di Bojonegoro. Produk andalannya adalah Special Sam Liok Kioe, dengan kemasan luar mirip dengan sampoerna Executive yang dua tahun lalu sempat beriklan gede-gedean. Apakah ini ada kaitannya dengan keluarga Sampoerna? Terlalu dini untuk menyimpulkan ke arah itu.

Lantas, mengapa sampoerna membidik perusahaan perkayuan seperti Sumalindo? Padahal, dari sisi kinerja perusahaan, perusahaan itu belum mengalami perkembangan berarti. Penjualan tiga tahun terakhir memang menunjukkan kenaikan. Kalau tahun 2003 penjualannya mencapai Rp 690 miliar, tahun lalu membukukan Rp 829 miliar. Tapi, perusahaan belum mencatat laba bersih memuaskan. Tahun 2004 memang meraup Rp 163 miliar. Namun, tahun 2005 cuma mendapatkan Rp 700 juta.

Kondisi itulah yang membuat banyak kalangan menduga bahwa sampoerna menjadikan Sumalindo sebagai sasaran antara. Lantas, apa sasaran utamanya? Ada yang menyebut PT Kiani Kertas. Tampaknya sampoerna tetap mengincar pabrik kertas peninggalan Bob Hassan itu setelah negosiasi dengan Bank Mandiri mandek tahun lalu. Ada peluang untuk masuk lagi, bukan sebagai investor penyelamat yang bakal menggelontorkan duit, melainkan sebagai kreditur Kiani.

Beberapa tahun terakhir Sumalindo merupakan salah satu pemasok bahan baku kayu bagi industri bubur kertas (pulp) Kiani. Bukan cuma lantaran lokasi HPH (hak pengelolaan hutan) dekat dengan Kiani. Selain membuat produk olahan, rupanya Sumalindo juga memasok kayu gelondongan ke Kiani, seiring dengan meningkatnya kebutuhan kayu untuk memenuhi pesanan pulp. Bersama be-berapa perusahaan lain, Sumalindo masuk setelah pemasok utama, PT Tanjung Redeb Hutani, tak mampu memenuhinya.

Repotnya, sejak terbelit masalah keuangan dua tahun terakhir, Kiani juga mengalami kesulitan untuk membayar tagihan para pemasoknya. Tahun lalu, misalnya, diperkirakan tunggakan Kiani ke pemasok bahan baku kayu mencapai US$ 165 juta. Tak jelas benar, berapa besar porsi tagihan Sumalindo.

Nah, peluang untuk mengincar Kiani pun makin besar jika sampoerna punya porsi cukup diperhitungkan di Sumalindo. Makanya, dengan cuma mengantongi sekitar 10% dari total saham yang ada saja tak cukup. Ada anggapan, dengan penerbitan saham baru kedua mulai bulan ini, sampoerna bakal menambah porsi, baik dengan opsi sebagai salah satu pemegang saham maupun sebagai standby buyer.

Begitulah skenario cerita yang berkembang di pasar. Seru. Namun, Hidayat, staf Hubungan Investor Sumalindo, menampik kabar masuknya keluarga sampoerna lewat 369 Ltd. "Kabar seperti itu bisa saja datang dari mana-mana," kilahnya. Tapi, sejauh ini tidak ada investor strategis yang masuk ke Sumalindo. Kabar bahwa sampoerna bakal menampung saham baru yang dikeluarkan Sumalindo pun ditampiknya. "Kami belum bisa memastikannya. Soalnya, kami masih melakukan proses right issue," tambahnya.

Tanggapan mengagetkan justru keluar dari Eka Dharmajanto Kasih, orang kepercayaan Putra Sampoerna. Eka menampik bahwa keluarga sampoerna dihubungkan dengan keberadaan 369 Ltd di Sumalindo. "Itu bukan kita," tuturnya singkat. Yang benar justru sampoerna punya porsi kepemilikan saham di PT Sumber Graha Sejahtera, pemegang mayoritas saham Sumalindo. "Jumlahnya tak banyak, kok," ungkapnya.

Eka juga menepis anggapan bahwa sampoerna tetap mengincar Kiani. "Enggak, kita sudah tak tertarik lagi," ungkapnya.

+++++
Menebak Jejak Sampoerna

Menebak langkah keluarga sampoerna sebanding dengan menduga sepak terjang Gus Dur. Butuh kemampuan luar biasa. Bukan cuma langkahnya sulit ditebak, benar tidaknya pun masih melayang-layang. Itulah yang membuat banyak spekulasi berada di sekitar kabar sepak terjang keluarga Sampoerna. Coba ingat jejak langkah keluarga sampoerna setelah melego perusahaan rokok HM Sampoerna. Sampai sekarang tak semua paham kenapa Putra sampoerna mengambil langkah itu.

Setelah duit di tangan pun orang masih bertanya-tanya, duitnya mau taruh di mana? Ada yang bilang sebagian bakal dipakai untuk membangun pabrik gula di Papua. Kabar beredar, investasi yang ditanamkan di Merauke sebesar US$ 170 juta dengan kapasitas produksi sebesar sejuta ton per tahun. Tapi, meski pemerintah telah berkomitmen menyediakan lahan 300.000 ha, niat ini sampai sekarang tak jelas.

Sampoerna juga dikabarkan bakal masuk bisnis jalan tol. Sasarannya tol Trans Java di jalur pantura. Tapi, kabar terakhir sampoerna malah menawar untuk membeli tol Cipularang dari Jasa Marga. Itu pun tak jelas juntrungannya. Begitu pula dengan rencana untuk mendapatkan konsesi pengelolaan hutan di Kalimantan. Departemen Kehutanan sampai repot-repot menyiapkan lahan 1,3 juta ha. Eh, yang terjadi malah sampoerna mengincar Kiani Kertas dengan menyediakan dana sebesar US$ 401 juta.

Jejak bisnis sampoerna di luar negeri juga mencengangkan. Akhir tahun lalu dikabarkan sampoerna mengambil alih kasino Les Ambassadeurs di London senilai 115 juta poundsterling. Tak cuma itu, Sam-poerna juga dikabarkan sudah mengambil alih Mansion, perusahaan judi dan kasino yang berpusat di Gibraltar, Spanyol. Bahkan, dia siap untuk jadi sponsor utama Manchester United dengan kontrak senilai 60 juta poundsterling. Tapi, belakangan gagal lantaran kalah dengan AIG.

Bisnis yang sudah pasti, keluarga sampoerna telah membeli Gedung Danamon di Sudirman senilai US$ 80 juta dari Grup Panin. Lantas, gedung itu dinamai sampoerna Strategic Square. Selain itu, lewat Twinwood Venture Ltd., sampoerna juga mengibarkan bisnis komunikasi di frekuensi CDMA 450 MHz dengan mengambil alih 58% saham PT Mandara Seluler Indonesia.

Catatan: Sepak terjang Putra Sampoerna menanamkan duitnya mendasari tulisan ini. Kabar bahwa dia masuk ke bisnis perkebunan berusaha dijawab dengan artikel yang terbit 24 Juli 2006 ini.

Tidak ada komentar: